tapi kalo boleh aku tau kenapa Anton sampe dikeroyok
gitu ?” tanyaku penasaran. ” Biasa gawa-gara cewek… mereka goda cewek Airlangga dan
cowoknya marah makanya
dikeroyok… emang sich bukan semua yang ngeroyok itu anak
Airlangga sebagian kebetulan
musuh Anton dari SMA, sialnya
Anton saja ketemu lagi dan
suasananya kaya’ gitu… jadi dech di dihajar rame-rame” jawab Mita. “Kak Jossy yang luka apanya saja ?” tanya Mita. “Tau nih… rasanya ngga’ keruan ” jawabku… ” Lihat aja sendiri… soalnya aku ngga’ bisa gerak banyak… kamu angkat selimutnya sekalian aku juga mo tau ” lanjutku pada Mita.
“Permisi ya Kak” kata Mita langsung sambil membuka
selimutku ( hanya diangkat saja )
. Sesaat dia pandangi luka-lukaku
dan mungkin karena banyak luka
sehingga dia sampe bengong
gitu… dan pas aku lihat pinggangku dibalut sampe pinggul
dan masih tembus oleh darah… di bawahnya lagi aku melihat…. ya ampun pantes ni anak singkong
bengong… meriamku tidak terbungkus apa-apa dan yang
seremnya kepalanya yang gede
kelihatan menarik sekali… seperti perkedel. Sesaat kemudian aku
masih sempat melihat kaki
kananku digips… mungkin patah kena stick soft ball. Mita menutup kembali selimut
tadi dan Dian tidak sempat
melhat lukaku karena dia sibuk
nangis… hatinya memang lemah… sepertinya dia melankolis sejati. “Mita sini aku mo bilangin kamu ” kataku… Mitapun menunduk mendekatkan
telinganya ke mulutku. “Jangan bilang sama Dian soal apa yang kamu lihat barusan… kamu suka ngga’ ?” kataku berbisik. “Serem ” bisiknya bales. ” Dian… kamu jangan lihat lukaku… nanti kamu makin ngga’ kuat lagi nahan nangis… ” kataku.
” Tapi paling tidak aku mo tau… boleh aku raba ? ” tanyanya… ” Silahkan… pelan-pelan ya… masih belum kering lukanya. ” jawabku.
Dian pun memasukkan tangannya
ke balik selimut… dan mulai meraba dari dada… ke perut… di situ dia merasakan ada balutan… digesernya ke kanan kiri… terus ke bawahan dikit… ” Kok perbannya sampe gini… lukanya kaya’ apa ? ” ” Wah aku sendiri belum jelas… ” aku jawab pertanyaan Dian. Turun lagi tangannya ke pinggul
kanan… kena kulitku… terus ke tengah… kena meriamku… dia raba setengah menggenggam… untuk meyakinkan apa yang
tersentuh tangannya… tersentak dan dia menarik tangannya
sedikit sambil melepas
pengangannya pada meriamku… “Sorry… ngga’ tau…. ” ” Ngga’ apa-apa kok… malah enak kalo sekalian dipijitin… soalnya badanku sakit semua… ” kataku nakal. “Nah…. Kak Dian pegang anunya Kak Joss ya ? ” goda Mita… Merah wajah Dian ditembak gitu.
Dian terus saja meraba sampe
pada kaki kananku dan dia
menemukan gips… ” Lho… kok digips ?” ” Iya patah tulangnya kali ” jawabku asal untuk
menenangkan pikirannya… Dian selesai merabaiku… tapi tampak sekali dia masih kepikiran
soal sentuhan pada meriam tadi… dan sesekali matanya masih
melirik ke sekitar meriamku… sedang aku juga sedang
menikmati dan membayangkan
ulang kejadian barusan… Flash back lah.
Tanpa sadar tiba-tiba meriamku
meradang dan mulai bangun
sehingga tampak pada selimut
tipis kalo ada sesuatu
perkembangan di sana. “Kak Joss… anunya bangun ” bisik Dian padaku sambil dia ambil
selimut lain untuk menutupnya… tapi tangannya berhenti dan
diam di atasnya… ” “Supaya Mita ngga’ ngelihat ” bisiknya lagi. Aku cuman bisa mengangguk… aku sadar ujung penisku masih dapat
menggapai telapaknya… aku coba kejang-kejangkan penisku dan
Dian seperti merasa dicolek-coleh
tangannya. “Mit… kamu pamit sama Mas Anton dech… kita bentar lagi pulang dan biar
mereka istirahat… ” kata Dian… dan Mitapun melangkah keluar
ruangan… ” “Kak Joss…. nakal sekali anunya ya ” bisik Dian… aku balas dengan ciuman di
pipinya. “Dian… tolongin donk… diurut- urut itunya… biar lupa sakitnya… ” pintaku… “Iya dech… ” jawab Dian langsung mengurut meriamku… dari luar selimut… biar ngga’ nyolok dengan pasien lain…